Kehidupan Awal Manusia di Kepulauan Indonesia
Waktu merupakan salah satu konsep dasar sejarah selain ruang.
Kegiatan manusia, perubahan dan kesinambungan . Ia merupakan unsur
penting dari sejarah yaitu kejadian masa lalu. Dengan kata lain waktu
merupakan konstruksi gagasan yang digunakan untuk memberi makna dalam
kehidupan di dunia. Manusia tak dapat dilepaskan dari waktu karena
perjalanan hidup manusia sama dengan perjalanan waktu itu sendiri.
Tiap masyarakat memilki pandangan yang relatif berbeda tentang waktu
yang mereka jalani. Contoh : masyarakat Barat melihat waktu sebagai
sebuah garis lurus (linier). Konsep garis lurus tentang waktu diikuti
dengan terbentuknya konsep tentang urutan kejadian. Dengan kata lain
sejarah manusia dilihat sebagai sebuah proses perjalanan dalam sebuah
garis waktu sejak zaman dulu, zaman sekarang dan zaman yang akan datang.
Berbeda dengan masyarakat Barat, masysrakat Hindu melihat waktu
sebagai sebuah siklus yang berulang tanpa akhir. Dari perjalanan di atas
tentang waktu, khususnya konsep waktu yang lurus, masa lalu
perkembangan sejarah manusia akan mempengaruhi perkembangan masyarakat
masa kini dan masa yang akan datang.
Agar waktu dalam setiap peristiwa atau kejadian dapat dipahami, maka
sejarah membuat pembabakan waktu atau periodisasi. Maksud periodisasi
ini adalah agar babak waktu itu menjadi jelas ciri-cirinya. Contohnya
sejarah Eropa dapat dibagi ke dalam 3 periode yaitu zaman klasik/kuno,
zaman pertengahan dan zaman modern.
Sebenarnya ada istilah lain untuk menamakan zaman prasejarah yaitu
zaman Nirleka, Nir artinya tidak ada dan leka artinya tulisan, jadi
zaman Nirleka zaman tidak adanya tulisan. Batas antara zaman prasejarah
dengan zaman sejarah adalah mulai adanya tulisan. Hal ini menimbulkan
suatu pengertian bahwa prasejarah adalah zaman sebelum ditemukannya
tulisan, sedangkan sejarah adalah zaman setelah adanya tulisan.
Berakhirnya zaman prasejarah atau dimulainya zaman sejarah untuk setiap
bangsa di dunia tidak sama tergantung dari peradaban bangsa tersebut.
Salah satu contoh yaitu bangsa Mesir + tahun 4000 SM masyarakatnya sudah
mengenal tulisan, sehingga + tahun 4000 bangsa Mesir sudah memasuki
zaman sejarah. Dari penjelasan di atas, apakah Anda sudah paham? Kalau
Anda sudah memahami, tentu Anda sudah mempunyai gambaran tentang sejarah
Indonesia.
Sumber-sumber Prasejarah
Fosil adalah sisa-sisa makhluk hidup yang telah membatu karena adanya
proses kimiawi. Fosil merupakan peninggalan masa lampau yang sudah
tertanam ratusan peninggalan masa lampau yang sudah tertanam ratusan
bahkan ribuan tahun di dalam tanah.
Sumber-sumber Sejarah Peristiwa masa lalu dapat diketahui secara
lengkap dan mendekati kebenaran adanya sumber-sumber yang beranekaragam.
Ditinjau dari wujudnya, maka sumber sejarah dapat dibagi lagi menjadi
4, yaitu:
- Sumber lisan adalah sumber sejarah yang berupa keterangan dari
seseorang atau beberapa orang yang menyaksikan langsung atau mengalami
langsung suatu peristiwa.
- Sumber tertulis adalah sumber sejarah yang berupa keterangan
tertulis mengenai suatu peristiwa/kejadian misalnya data, dokumen, babad
prasasti, naskah kuno, buku, dan sebagainya.
- Sumber benda adalah sumber sejarah yang berupa benda-benda
peninggalan budaya atau la zim dinamakan benda purbakala, misalnya:
candi, senjata, gedung, dan sebagainya.
A. Proses Muncul Berkembangnya Kehidupan Awal Manusia Dan Masyarakat Indonesia
Dengan bantuan ilmu geologi (ilmu yang mempelajari bumi )
perkembangan bumi dari awal terbentuknya sampai dengan sekarang, terbagi
menjadi beberapa jaman yaitu :
Jaman azoikum (tidak ada kehidupan)
Jaman ini berlangsung sekitar 2500 juta tahun, keadaan bumi masih
belum stabil dan masih panas karena sedang dalam proses pembentukan.
Oleh karena itu pada jaman ini tidak ada tanda-tanda kehidupan.
Jaman paleozoikum (kehidupan tertua)
Jaman ini berlangsung sekitar 340 juta tahun, keadaan bumi masih belum
stabil dan masih terus berubah. Akan tetapi menjelang akhir dari jaman
ini mulai ada tanda-tanda kehidupan yaitu dari hewan bersel satu, hewan
kecil yang tidak bertulang belakang, jenis ikan, amfhibi, reptil dan
beberapa jenis tumbuhan ganggang. Karena itulah maka jaman ini dinamakan
pula dengan jaman primer (jaman kehidupan pertama).
Jaman mesozoikum (kehidupan pertengahan)
Jaman ini di perkirakan berlangsung sekitar 140 juta tahun, pada
jaman ini kehidupan telah mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Pohon-pohon besar muncul, amfhibi mengalami perkembangan, bahkan jenis
reftil mencapai bentuk yang sangat besar sekali seperti
dinosaurus, tyrannosaurus, brontosaurus, atlantosaurus.
Ada pula jenis reftil yang memiliki sayap dan dapat terbang selama berjam-jam, jenis ini dinamakan dengan
pteranodon.
Jaman ini dinamakan jaman sekunder (kehidupan ke-2), adapula yang
menyebut jaman ini dengan istilah jaman reftil, karena jenis hewan di
dominasi oleh reftil, karena jenis hewan didominasi oleh reftil dengan
bentuk yang sangat besar. Pada akhir jaman ini mulai muncul jenis
mamalia.
Jaman neozoikum (kehidupan muda)
Jaman ini diperkirakan berlangsung sekitar 60 juta tahun, jaman ini
terbagi lagi menjadi jaman tersier (kehidupan ke-3) dan quarter
(kehidupan ke-4). Pada jaman ini keadaan bumi telah membaik, perubahan
cuaca tidak begitu besar dan kehidupan berkembang dengan pesat.
Jaman tersier
Pada jaman tersier, reftil raksasa mulai lenyap, mamalia berkembang
pesat, mahluk primata sejenis kera mulai ada kemudian muncul jenis orang
utan sekitar 10 juta tahun yang lalu muncul jenis hewan primata yang
lebih besar dari pada gorila sehingga disebut
giganthropus. Hewan ini menyebar dari Afrika ke Asia Selatan, tetapi kemudian punah.
Pada masa itu pulau Kalimantan masih bersatu dengan benua Asia, sebagai buktinya jenis babi purba
(choeromous) dari jaman ini ditemukan pula di Asia Daratan.
Jaman quarter
Berlangsung sekitar 600 ribu tahun, ditandai dengan adanya tanda-tanda kehidupan manusia. Jaman ini terbagi atas jaman
diluvium (pleistocen) dan jaman
alluvium (holocen).
Jaman
diluvium berlangsung sekitar 600 ribu tahun yang lalu, mulai muncul kehidupan manusia purba. Jaman ini dinamakan pula jaman
glacial (jaman es) karena es di kutub utara mencair sehingga menutupi sebagian wilayah Eropa Utara, Asia Utara dan Amerika Utara.
Pada masa ini Sumatera, Jawa, dan Kalimantan masih menyatu dengan
daratan Asia, sedangkan Indonesia Timur dengan Australia. Mencairnya es
di kutub telah mengakibatkan pulau-pulau di Indonesia dipisahkan oleh
lautan baik dengan Asia maupun Australia. Bekas daratan Asia yang
sekarang menjadi dasar laut disebut Paparan Sunda, sedangkan bekas
daratan Australia yang terendam air laut disebut Paparan Sahul, kedua
paparan tersebut dipisahkan oleh
Zone Wallace.
Pada masa ini hewan-hewan yang berbulu tebal seperti
mamouth
(gajah besar berbulu tebal ) mampu bertahan hidup. Sedangkan yang
berbulu tipis migrasi ke wilayah tropis. Perpindahan hewan dari daratan
asia ke Indonesia terbagi atas dua jalur. Pertama melalui Malaysia ke
Sumatra dan Jawa, kedua melalui Taiwan, Philipina ke Kalimantan dan
Jawa.
Pada jaman ini terjadi pula perpindahan manusia dari daratan Asia ke Indonesia , yaitu
pitechanthropus erectus (ditemukan di Trinil) yang sama dengan
sinanthropus pekinensis. Demikian juga dengan hasil kebudayaan Pacitan yang banyak ditemukan di Cina , Malaysia , Birma.
Homo wajakensis yang
menjadi nenek moyang bangsa Austroloid ikut pula menyebar dari Asia ke
selatan sampai ke Australia dan menurunkan penduduk asli Australia yaitu
bangsa aborigin
Jaman alluvium , pada masa ini kepulauan Indonesia telah terbentuk
dan tidak lagi menyatu dengan Asia maupun Australia. Jenis manusia
pertama yang migrasi dari Asia ke Indonesia telah tidak ada dan
digantikan oleh jenis manusia cerdas
(homo sapiens).
B. Kronologis Perkembangan Biologis Manusia Purba Indonesia
Kehidupan manusia pra sejarah dapat di ketahui melalui berbagai fosil
. berdasarkan penelitian manusia tersebut telah memiliki kemampuan
untuk mengembangkan kehidupan walaupun masih sangat sederhana dan
kemampuan berfikir terbatas. Berikut ini beberapa penemuan fosil manusia
purba di Indonesia
Meganthropus Paleo Javanicus
Artinya manusia Jawa tertua yang berbadan besar, yang hidup di Jawa
sekitar 2-1 juta tahun silam. Manusia ini mempunyai ciri biologis
berbadan besar, kening menonjol, tulang pipi tebal, rahang besar dan
kuat, makanan utamanya adalah tumbuhan dan buah-buahan, hidup dengan
cara
food gathering (mengumpulkan makanan ). Ralph von
Koenigswald menemukan fosil dari rahang bawah manusia jenis ini di
Sangiran (lembah Bengawan Solo) pada 1941.
Pitechanthropus
Diartikan dengan manusia kera, fosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Mereka hidup dengan cara
food gathering dan berburu.
Pitechanthropus terbagi kedalam beberapa jenis yaitu:
pitechanthropus mojokertensis,
robustus, dan
erectus.
Pitechanthropus mojokertensis fosilnya ditemukan oleh Von
Koenigswald pada tahun 1936, dalam bentuk tengkorak anak-anak berusia 5
tahunan di Mojokerto (lembah Bengawan Solo). Hidup sekitar 2,5 – 2,25
juta tahun lalu. Ciri – ciri biologisnya antara lain: muka menonjol
kedepan, kening tebal dan tulang pipi yang kuat
.
Pitechanthropus robustus, fosilnya ditemukan oleh Wiedenreich dan Koenigswald di Trinil (Ngawi, Jawa Timur) 1939. Ciri biologisnya hampir sama dengan
pitechathropus mojokertensis, bahkan Koenigswald menganggapnya masih dari jenis yang sama.
Pitechanthropus erectus, (manusia kera berjalan tegak),
fosilnya ditemukan oleh Eugene Dubois di Trinil (Ngawi, Jatim) pada
1890. Mereka hidup sekitar 1 juta sampai 600 ribu tahun yang lalu. Ciri
biologisnya bertubuh agak kecil, badan tegap, pengunyah yang kuat,
volume otak 900 cc, kemampuan berfikir masih rendah, menurut pendapat
teuku jakob, manusia ini telah bisa bertutur.
Homo
Jenis
homo soloensis, fosilnya ditemukan antara 1931 -1934 oleh Von Koenigswald, di sepanjang lembah Bengawan Solo.
Homo soloensis
diperkirakan hidup antara 900-200 ribu tahun lalu. Ciri biologis
diantaranya bentuk tubuh tegak, kening tidak menonjol. Menurut
Koenigswald, jenis ini lebih tinggi tingkatannya dari
pitechanthropus erectus.
Homo wajakensis, fosilnya ditemukan oleh Rietschoten dan
Dubois antara tahun 1888-1889 di desa Wajak (Tulung Agung ). Ciri
biologisnya: tinggi mencapai 130-210 cm, berat badan sekitar 30 – 150
kg, volume otak sampai dengan 1300cc. Mereka hidup dengan makanan yang
telah dimasak walaupun dalam bentuk yang sangat sederhana.
C. Periodisasi Perkembangan Budaya pada Masyarakat Awal Indonesia Berdasarkan Bukti Arkeologi
Berdasarkan arkeologi (ilmu yang mempelejari peninggalan purbakala
dari manusia pra sejarah ). Perkembangan budaya manusia Indonesia dapat
digolongkan menjadi beberapa periode yaitu periode jaman batu (batu tua,
batu tengah, batu muda, dan jaman logam (perunggu) ).
Jaman Batu
Paleolithikum (batu tua)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan buat dari batu masih kasar dan
belum diasah. Alat dari batu ini dibuat dengan cara membenturkan batu
yang satu dengan yang lainnya, pecahan batu yang menyerupai kapak
kemudian mereka gunakan sebagai alat.
Cara hidup manusia pada jaman
palleolithikum adalah: nomad dalam kelompok kecil , tinggal dalam gua atau ceruk karang, berburu. Mengumpulkan makanan
(food gathering) . Menurut Teuku Tacob, bahasa sebagai alat komunikasi telah ada dalam tingkat sederhana. Berdasarkan tempat penemuannya, jaman
palleolithikum terbagi atas kebudayaan Pacitan dan Ngandong.
Kebudayaan Pacitan, peralatan yang dihasilkan adalah kapak genggam, alat penetak
(chopper),
ditemukan oleh Koenigswald 1935. Selain di Pacitan, alat – alat
tersebut ditemukan pula di beberapa daerah seperti : Sukabumi (Jabar),
Parigi, Gombong (Jateng) , Lahat (Sumsel), Lampung, Bali, Sumbawa,
Flores, Sulsel. Alat-alat tersebut ditemukan pada lapisan yang sama
dengan ditemukannya fosil
pitechanthropus erectus.
Kebudayaan Ngandong, peralatan yang ditemukan adalah flakes (alat
serpih) berupa pisau atau alat penusuk. Disamping itu ditemukan pula
peralatan dari tulang dan tanduk. Berupa belati, mata tombak yang
bergerigi, alat pengorek ubi, tanduk menjangan yang diruncingkan dan
duri ikan pari yang diruncingkan. Alat-alat tersebut ditemukan pula di
daerah lain seperti di Sangiran dan Sragen (Jateng). Manusia pendukung
kebudayaan Ngandong adalah
homo soloensis dan
homo wajakensis, karena ditemukan pada lapisan tanah yang sama dengan peralatan kebudayaan Ngandong.
Mesolitihkum (batu tengah)
Ciri dari jaman ini adalah peralatan dari batu yang telah diasah bagian yang tajamnya. Jaman ini merupakan peralihan dari
palleolithikum ke
neolithikum. Yang menarik dari jaman
messolithikum adalah ditemukannya tumpukan sampah dapur yang kemudian diberi istilah
kjokkenmoddinger dan
abris sous roche oleh penelitinya yaitu Callenfels (dijuluki bapak pra sejarah).
Kjokkenmoddinger adalah tumpukan kulit kerang dan siput yang telah membatu, banyak dijumpai di pinggir pantai. Sedangkan
abris sous roche adalah tumpukan dari sisa makanan yang telah membatu di dalam gua. Cara hidup
messolhitikum adalah sebagian masih
food gathering
dan berburu tetapi sebagian telah menetap dalam gua dan bercocok tanam
sederhana (berladang) menanam umbi-umbian. Telah pula menjinakan hewan
dan menyimpan hewan buruan sebagai langkah awal untuk berternak.
Mereka telah membuat gerabah, mengenal kesenian dalam bentuk lukisan
di dinding gua (lukisan gua) ketika mereka telah menetap. Lukisan
tersebut berupa gambar telapak tangan berlatar belakang warna merah,
gambar babi rusa yang tertancap panah (di Gua Leang-leang – Sulsel),
penelitinya dilakukan oleh Heekren Palm, 1950 di gua pulau Muna ,
ditemukan berbagai lukisan manusia, kuda, rusa, buaya, anjing. Di Maluku
dan Papua, lukisan gua dalam bentuk gambar cap tangan, kadal, manusia,
burung, perahu, mata, matahari.
Jaman
messolithikum terbagi atas 3 kelompok budaya : kebudayaan fleks,
(fleks culture), kebudayaan pebble
(pebble culture ), kebudayaan tulang
(bone culture). Kebudayaan ini didukung oleh manusia dari jenis Papua Melanesoid yang berasal dari Indo-Cina.
Fleks culture, peralatan berupa alat serpih yang telah ada jaman
palleolithikum , menjadi sangat penting pada jaman
messolithikum,
sehingga memunculkan corak tersendiri. Terutama setelah mendapatkan
pengaruh dari budaya daratan. Dua orang peneliti berkebangsaan Swiss
(Fritz Sarasin dan Paul Sarasin ) antara 1893-1896, melakukan penelitian
di Sulsel, dan berhasil menemukan fleks. Peralatan sejenis juga
ditemukan di daerah lain yaitu Bandung (fleks dari
obsidian yaitu batu hitam yang indah), Flores, NTT dan Timor.
Flakes culture merupakan pengaruh dari Asia Daratan yang masuk ke Indonesia melalui jalur timur yaitu Jepang, Taiwan, Philipina, Sulawesi.
Pebble culture, peralatan berupa kapak genggam Sumatera (
pebble), kapak pendek (
hacte curte),
batu penggiling, pisau, Callenfels pada 1925, melakukan penelitian di
pesisir Sumatera dan menemukan peralatan di atas bersama
kjokkenmoddinger.
Pebble culture merupakan pengaruh dari kebudayaan
bacson hoabinh (Indo-Cina) yang masuk ke Indonesia melalui jalur barat yaitu Malaka dan Sumatera.
Bone culture, penelitian dilakukan oleh Callenfels 1928-1931 di Ponorogo. Peralatan tersebut ditemukan bersama dengan
abris sous roche di gua-gua. Ditemukan pula fosil dari jenis manusia
Papua melanesoide, yang merupakan nenek moyang orang Papua (Irian). Peralatan dan fosil sejenis di temukan pula di besuki dan Bojonegoro.
Neolhitikum (batu muda)
Ciri jaman batu muda adalah pemakaian peralatan dari batu yang telah
diasah halus karena telah mengenal teknik mengasah. Pada jaman ini
terjadi revolusi kehidupan (perubahan dari kehidupan nomad dengan
food gathering menjadi menetap dengan
food producing) .
Cara hidup pada jaman
neolithikum adalah hidup menetap, bertempat tinggal dekat sumber air,
food producing
(menghasilkjan makanan dari bercocok tanam dan berternak walaupun
berburu masih dilakukan terutama pada waktu senggang), membuat rumah
bertonggak dengan atap dari daun-daunan membuat kain dari kulit kayu
(ditemukan pemukul kulit kayu), membuat perahu atau rakit, membuat
perhiasan dari batu-batu kecil indah. Menurut penelitian Kem mereka
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa melayu Polinesia.
Pada akhir jaman ini telah dikenal kepercayaan dalam bentuk animisme
(kepercayaan tentang adanya arwah nenek moyang yang memiliki kekuatan
gaib ) dan dinamisme (kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap
memilki kekuatan gaib). Mereka percaya bahwa setelah mati ada kehidupan
lain sehingga diadakanlah berbagai upacara terutama bagi kepala sukunya.
Mayat yang dikubur disertai dengan berbagai macam benda sebagai bekal
di alam lain. Dan sebagai peringatan maka dibangunlah berbagai monumen
(bangunan) yang rutin diberi sajian agar arwah yang meninggal (leluhur)
melindungi dan memberikan kesejahteraan bagi sukunya.
Pada jaman ini pembuatan gerabah memegang peranan penting sebagai
wadah atau tempat dalam kehidupan sehari-hari. Adapula gerabah yang
digunakan untuk keperluan upacara dan gerabah yang dibuat dengan indah
baik bentuk maupun hiasannya.
Berdasarkan peralatannya kebudayaan jaman neolitihkum di bedakan menjadi
kebudayaan kapak persegi dan kapak lonjong berasal dari
heine geldern berdasarkan kepada penampang yang berbentuk persegi panjang dan lonjong.
Kebudayaan kapak persegi, kebudayaan kapak persegi berasal dari Asia
Daratan yang menyebar ke Indonesia melalui jalur barat melalui Malaka,
Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusatenggara. Terdapat kapak
persegi ukuran kecil (digunakan sebagai fungsi kapak) dan yang ukuran
besar (digunakan sebagai fungsi beliung atau cangkul). Di beberapa
daerah ditemukan bekas-bekas pusat kerajinan kapak persegi seperti di
Lahat (Palembang), Bogor, Sukabumi, Purwakarta, Tasik (Jabar), Pacitan
(Jatim).
Kebudayaan kapak persegi didukung oleh manusia proto melayu (melayu
tua ) yang migrasi ke Indonesia menggunakan perahu bercadik sekitar 2000
sm. Yang merupakan keturunan ras melayu tua adalah suku Sasak, Toraja,
Batak dan Dayak. Di Minahasa (Sulut ) ditemukan kapak bahu, sejenis
kapak persegi diberi leher untuk pegangannya.
Kebudayaan kapak lonjong, ukuran kapak lonjong ada yang besar (
walzenbeli) dan kecil (
kinbeli), sering di sebut dengan istilah neolith papua karena penyebarannya terbatas di Irian saja oleh bangsa
papua melaneside.
Dari peralatan yang ditemukan, baik kapak persegi maupun kapak lonjong dibuat dari batu api
(chalcedon),
terdapat pula kapak yang tidak terdapat tanda-tanda bekas dipakai dalam
bentuk yang indah (sebagai alat berharga, lambing kebesaran atau
jimat).
Jaman Logam
Jaman perunggu
Kebudayaan perunggu di Asia Tenggara merupakan pengaruh dari kebudayaan
dongson, yang berkembang di Vietnam, Geldern berpendapat bahwa kebudayaan
dongson
berkembang paling muda sekitar 300 sm pendukung kebudayaan perunggu
adalah bangsa Deuteuro Melayu (melayu muda) yang migrasi ke Indonesia
sambil membawa kebudayaan dongson. Keturunannya adalah Jawa, Bali,Bugis,
Madura, dll.
Bahkan ditemukan beberapa bukti bahwa telah terjadi pembaruan antara melayu
monggoloide (proto melayu dengan deuteuro melayu) dan
papua melaneside.
Ciri jaman perunggu adalah pemakian peralatan dari logam yang dikembangkan melalui tehnik
bivalve (rangkap) dan
a cire perdue
(cetak lilin). Namun bukanlah berarti setelah itu peralatan dari batu
dan gerabah ditinggalkan karena masih terus dipergunakan bahkan sampai
sekarang.
Ciri kehidupan pada jaman perunggu adalah telah terbentuk
perkampungan yang teratur dipimpin oleh kepala suku atau ketua adat,
tinggal dalam rumah bertiang yang besar yang bagian bawahnya dijadikan
tempat ternak, bertani (berladang dan bersawah) dengan system irigasi
sehingga pengairan tidak selalu bergantung kepada hujan.
Telah terdapat pembagian kerja berdasarkan keahlian sehingga munculah kelompok
undagi
(tukang yang ahli membuat peralatan logam). Mereka telah menguasai ilmu
astronomi (untuk kepentingan pelayaran dan pertanian ) dan membuat
perahu bercadik.
Beberapa hasil budaya pada jaman perunggu adalah kapak corong (kapak sepatu),
candrasa (kapak
corong yang salah satu sisinya memanjang), terdapat candrasa dan kapak
corong yang indah dan tidak ada tanda-tanda bekas digunakan.
Nekara (seperti dandang tertulungkup),
moko (nekara yang lebih kecil), terdapat berbagai perhiasan seperti garis lurus,
piln-pilin, binatang, rumah, perahu, lukisan orang berburu, tari dan lukisan orang cina (monggol).
Selain itu mereka membuat bejana perunggu (berbentuk seperti periuk
yang gepeng) dengan hiasan indah (dalam bentuk garis dan burung merak).
Arca perunggu berupa arca (ditemukan di Bangkinang – Sulsel,
Bogor-Jabar, dan Riau ) perhiasan perunggu seperti gelang, kalung,
anting, dan cincin.
Kebudayaan megalithikum (batu besar)
Disebut kebudayaan batu besar karena pada umumnya menghasilkan
kebudayaan dalam bentuk monumen yang terbuat dari batu berukuran besar.
Kebudayaan ini muncul pada akhir jaman neolhitikum, tetapi
perkembangannya justru terjadi pada jaman perunggu (kebudayaan
dongson).
Hasil-hasil dari kebudayaan
megalithikum memberikan petunjuk
kepada kita mengenal perkembangan kepercayaan, terutama pemujaan
terhadap arwah nenek moyang, yang memang telah muali nampak pada akhir
jaman neolithikum berikut ini adalah hasil-hasil budaya megalhitikum:
Menhir, tugu batu yang terbuat dari batu tunggal, yang berfungsi
sebagai tanda peringatan dan melambangkan arwah nenek moyang sehingga
menjadi bendapemujaan , menhir banyak ditemukan di Pasemah, Lahat,
Sungai Talang Koto (Sumatera), Nagada (Flores).
Dolmen, meja batu tempat sesaji, ada dolmen yang disangga oleh menhir dan ada pula yang digunakan sebagai penutup keranda atau
sarchopagus, yang demikian dinamakan dengan
pandhusa.
Sarcophagus (keranda),
peti mati tempat penyimpanan mayat yang berbentuk lesung terbuat dari
batu utuh yang diberi tutup. Di Bali ditemukannya keranda yang berisi
tulang belulang manusia, barang perunggu serta manik-manik.
Kubur batu, peti mayat yang dipendam di dalam tanah berbentuk persegi
panjang dengan ke empat sisinya di buat dari lempengan – lempengan
batu. Ada pula yang disebut
waruga, yaitu kubur batu yang
berbentuk bulat. Kubur batu banyak ditemukan di Kuningan (Jabar),
Pasemah (Sumatera), Wonosari (Yogja) dan Cepu (Jateng).
Punden berundak, bangunan pemujaan terhadap roh nenek moyang yang
berupa susunan batu bertingkat. Banyak ditemukan di Banten, Garut,
Kuningan, Sukabumi (Jabar). Dalam perkembangan selanjutnya, punden
berundak merupakan dasar dalam pembuatan candi, bangunan keagamaan
maupun istana. Selain itu ditemukan pula hasil budaya megalithikum dalam
bentuk patung atau arca manusia yang menggambarkan wujud nenek moyang
atau arca binatang. Banyak ditemukan di daerah Pasemah (Sumatera),
sementara di di Lembah Bada (Sulteng) ditemukan patung manusia
(laki-laki dan perempuan).
Sumber Bacaan:
…….http://www.scribd.com/doc/4991797/KEHIDUPAN-AWAL-MASYARAKAT-DI-KEPUALAUAN-INDONESIA[20/03/2009]
……..http://abidinrosyid.blogspot.com/2009/03/kehidupan-awal-masyarakat-di-kepulauan.html